Senin, 01 Oktober 2012

My first and Last Love [Cerpen - AlVia]



My first and Last Love :*

Kisahku bukanlah kisah Harry Potter yang menggunakan sihir dan mantra untuk mendapatkan segalanya. Kisahku juga tak seperti kisah Narnia yang menggunakan lemari untuk memulai petualangannya. Kisah cintaku juga bukan seperti kisah Dream High yang memikat pasangan dengan suara menawan dan tariannya #apadeh. Tapi, kisahku seperti kisah Aladdin yang melakukan segalanya untuk orang yang dicintainya. Aku mencintaimu dengan apapun kekuranganmu. Walaupun aku tahu, kalau aku tak mungkin bersamamu. Kau telah meninggalkanku.

***

Kamu yang telah mengubahku menjadi lebih baik. Kamu yang telah menghiasi hari-hariku dan membuat hidupku lebih berwarna. Kamu juga yang telah mengajariku betapa berartinya hidup ini. Ah, aku memikirkanmu lagi. Tapi, aku memang benar-benar tidak bisa melupakanmu. Aku sangat mencintaimu dan kaulah cinta terakhirku. Andai saja waktu bisa diputar, aku rela menggantikan posisimu denganku. Aku hanya bisa berharap kau selalu disampingku dan menemaniku. Ya, aku hanya bisa berharap, karena itu tak mungkin terjadi. Kau telah meninggalkanku.

***

“Alvin !! Ayo cepat ! Oma Lani sedang kritis ! kita harus cepat kesana !” panggil orang tuaku yang sedari tadi menungguku di dalam mobil. Sebenarnya, aku tidak terlalu peduli dengan keadaan oma, toh, cepat atau lambat dia juga akan ‘pergi’. Aku tahu, kalian pasti berpikir aku ini adalah seorang yang egois, tapi, aku memang tak bisa menyangkalnya. Aku memang orang yang seperti itu. Egois dan tak peduli pada sekitarku, bahkan keluargaku.

“Iya, ma. Sebentar, aku kesana !” kataku santai sambil menruruni tangga dan menuju ke mobil.

“Kamu itu nggak bisa cepat ya ?! Oma Lani itu sedang kritis, Alvin !” omel mama.

“Emang nggak bisa. Lagian salah mama juga, mengapa mengajakku !” elakku. Apa pedulinya mama padaku ? Aku sudah seperti anak buangan.

“ALVIN !!” bentak papaku. Aku hanya tersenyum masam.

“Iya, Iya. Kstanya oma kritis, ayo cepat berangkat. Nanti keburu dipanggil loh !” kataku.

“ALVIN ! sekali lagi kamu bilang kayak gitu, papa akan tarik semua fasilitasmu !” papa emang orang yang emosional. Bentar, bentar .. dia bilang akan tarik fasilitas ? memangnya papa beri fasilitas apa ke aku ? hanya omongan belaka. Cihh ..

“Iya .. Iya ..”aku malas berdebat dengannya. Akhirnya kami melaju menuju Rumah Sakit. Membosankan.

Rumah Sakit. R-u-m-a-h s-a-k-i-t begitu mudah dieja, tapi tak bisa kubayangkan orang yang hidup disini. Menjijikkan. Daripada aku harus ikut orang tuaku, lebih baik aku pergi ke taman. Lumayanlah, cari udara. Haha ..

Saat aku ke taman, aku melihatmu tengah memandang lurus dari bangku putih yang menghadap langsung ke danau. Kau sedang memperhatikan dua ekor angsa yang tengah dimabuk asmara. Aku pun menghampirimu.

***

Ah, siluet-siluet itu muncul lagi. Pertama kali aku melihatmu, kau adalah gadis yang lemah. Rambut panjangmu terlihat tipis, mungki karena penyakitmu. Tapi, apa daya saat itu aku tak peduli. Kaulah yang pertama mengajariku betapa berharganya hidup ini. Andai kau tahu, aku sangat merindukanmu. Namamu sangat cantik dan manis, sama sepertimu. Namamu adalah ..

***

“Mengapa kamu ada disana ? bukankah seharusnya kamu beradadi kamarmu dan berbaring disana.” Kataku tiba-tiba. Mungkin aku membuatmu –seditkit- kaget.

“Bosan. Aku bosan harus berada disana terus.” Jawabmu dingin tanpa menoleh ke arahku.

“Bukankah kalau seperti ini banyak orang yang akan memperdulikan dan memperhatikanmu ? dan dimanjakan layaknya anak kecil yang belum lulus TK ?” tanyaku. Aku duduk disampingnya. Di bangku putih yang menghadap ke danau.

“Aku hanya hidup berdua dengan kakakku, Iel. Orang tuaku meninggal 2 tahun lalu, karena kecelakaan.” Ujarmu sambil menunduk. Aku bisa melihat, saat itu matamu mengeluarkan butiran-butiran bening.

“Maaf ..” lirihku. Kau hanya tersenyum.

“Tak masalah. Bolehkah aku bercerita lebih banyak kepadamu ?” tanyamu. Aku mengangguk pelan.

“Silahkan saja. Aku juga sedang bosan. Aku janji akan mendengarkan. Tapi, aku tidak janji dapat memberi nasihat.” Kataku.

“Hahah .. iya. Yang penting kamu mau mendengarkan ceritaku. Itu saja sudah cukup bagiku.” Ucapmu sembari tertawa renyah.

“Jika aku dapat memilih, aku akan memilih tidak dilahirkan di dunia ini daripada aku harus menderita karena penyakit ini. Tetapi, Tuhan telah memberikanku napas untuk hidup di dunia ini. Jadi, aku akan berusaha untuk dapat hidup bahagia dan membahagiakan orang-orang di sekitarku. Hidup Cuma satu kali bukan ?” katamu panjang lebar. Kata-katamu itu membuatku tercengang. Kata-katamu sangat berbeda dengan kehidupan yang kujalani, bahkan mungkin berlawanan.

“Ya, kamu benar. Sepertinya, itu pencerahan untukku. Atau mungkin kau menyindirku ? hahah ..” candaku. Kamu hanya memamerkan seulas senyum indah dari kedua sudut bibirmu. Senyum yang sangat manis.

“Hahah .. kamu kira aku ceramah ? boleh nggak aku meminta sesuatu dari kamu. Aku tahu kita baru kenal, tapi aku juga tahu dan yakin kalau kamu itu orang yang baik. Boleh ya ? please ..” pintamu sedikit memelas. Aku jadi tak tega.

“Kamu mau minta apa dari aku ? Bilang saja.” Kataku. Kamu menyunggingkan senyumanmu lagi.

“Aku mau minta waktumu setiap hari. Umm .. keberatankah jika aku memintamu untuk menemaniku selama aku ‘disini’ ?” pintamu –lagi-.

“Tentu. Kalau kamu memang menginginkan kehadiranku. Hahah ..” kata-kata itu langsung saja keluar dari mulutku. Jujur saja, belum pernah ada seorang pun yang menginginkan kehadiranku. Bahkan orang tuaku pun tidak menginginkanku untuk lahir di dunia ini. Ah, sudahlah. Aku tak peduli dengan mereka. Aku hanya peduli denganmu. Bersamamu aku merasakan perasaan yang emm .. berbeda !

“Makasih ..” ujarmu. Aku menggelengkan kepalaku pelan.

“Tidak. Aku yang harusnya berterima kasih. Terima kasih karena kamu telah mempercayaiku.” Kamu langsung memamerkan –lagi- lesung bibirmu.

“O, iya. Namamu siapa ?” tanyamu.

“Aku Alvin. Alvin Jonatha Sindunata. Kamu ?” aku balik bertanya.

“Namaku ..

***

SIVIA AZIZAH. Ya, itulah namamu. Nama yang sangat manis, sama sepertimu. Kaulah orang pertama yang mempercayaiku. Bahkan orang tuaku yang sudah mengenalku selama 19 tahun –atau mungkin sekedar tau namaku saja- tidak pernah mempercayaiku.

Satu hal yang aku bingungkan dengan perkataanmu dulu. Saat kau berkata ‘selama aku ‘disini’’ apa yang kau maksud dengan ‘disini’ ? rumah sakit kah ? atau dunia yang kau maksud ? entahlah .. yang penting sejak pertemuan kita yang pertama itu, aku jadi sering ke rumah sakit, hanya untuk mengunjungimu. Just for you. Baru aku tahu, saat pertemuan kita yang kesekian kalinya bahwa kau sangat menyukai mawar biru. Mawar langka yang memenuhi taman belakang rumahku. Kini, aku tahu, kau sangat menyukai bunga itu karena ..

***

“Kamu tahu nggak, Vin ?” tanyamu. Saat kita tengah berdua di bangku putih, tempat kita bertemu pertama kali.

“Jujur ya, Vi. Sebenarnya, aku itu nggak tahu. Tapi, berhubung kamu belum ngomong. Jadinya, kamu ngomong dulu aja deh ?” kataku saat itu.

“Iihh .. Alvin, aku kan belum ngomong !” kesalmu. Kamu melipatkan tanganmu di dada dan menggelembungkan pipimu.

“Hahah .. Iya, iya. Jangan marah dong. Nanti cantiknya hilang lho.” Godaku. Aku tahu saat itu pipimu memerah. Hahah ..

“Alvin apaan sih ? aku nggak marah kok !” elakmu.

“Iyadeh. Kamu tadi mau cerita apa ?” tanyaku.

“Aku suka banget sama bunga itu !” serumu sambil menunjuk setangkai bunga disamping danau. Ya, hanya setangkai.

“Kenapa ? bukankah bunga itu hanya sendiri ?” tanyaku penasaran. Bunga yang kau tunjuk saat itu adalah setangkai mawar biru. Kau mengangguk.

“Ya, dia memang sendiri. Aku menyukai bunga itu karena ..

***

KARENA, blue rose itu dapat berdiri sendiri tanpa bantuan yang lain. Tapi, seiring berjalannya waktu, akan banyak tumbuhan yang hidup disekelilingnya. Umm .. keinginanmu itu kini menjadi keinginanku. Aku memang sudah bisa berdiri sendiri, tapi belum ada yang tumbuh didekatku.

Baru aku tahu saat itu, ternyata penyakit yang kau derita itu bukan penyakit biasa. Aku tak menyangka gadis sepertimu dapat mengidap penyakit seperti itu. Itu bukan salahmu, tapi salah orang lain yang telah mendonorkan darahnya padamu. Ya, kau mengatakan kepadaku bahwa kau mengidap penyakit ..

***

“Via, boleh aku tanya sesuatu ? Tapi, maaf sebelumnya, jika aku menyinggungmu.” Ucapku memulai pembicaraan.

“Katakan saja Alvin, bukankah seperti itu biasanya ?” jawabmu.

“Umm .. sebenarnya penyakit apa yang ada dalam tubuhmu itu, Vi ?” tanyaku hati-hati, takut menyinggung perasaanmu. Aku mengetahui saat itu kau sangat kaget mendengar pertanyaanku.

“Kalo nggak dijawab nggak pa-pa kok.” Kataku.

“Penyakit ini berdiam ditubuhku sejak aku umur 15 tahun. Sekarang aku umur 18 tahun, umm .. berarti sudah 3 tahun aku mengidap penyakit ini ya ? sial !” gerutumu. “Penyakit ini muncul saat aku kecelakaan mobil.”

“Lah ? apa hubungannya, Vi ?” tanyaku watados.

“Umm .. saat itu aku kekurangan darah dan persediaan di rumah sakit habis. Karena saat itu aku sedang kritis, maka orang tua dan kakakku mati-matian mencarikan pendonor darah yang golongannya sama denganku. Setelah menemukan pendonor yang cocok, Dokter berusaha mengingatkan keluargaku untuk mengecek darahnya dulu, tapi keluargaku bersikeras untuk segera menyembuhkanku. Dokter itu tak bisa menolak. Huuh ..” jedamu.

“Ternyata pendonor itu mengidap suatu penyakit. Yang membuatku sakit seperti ini.” jelasmu.

“Jadi, pendonor itu mengidap penyakit apa ?” tanyaku tak sabaran.

“pendonor itu mengidap penyakit ..

***

HIV. Deg ! Sakit rasanya mendengarmu menderita penyakit seperti itu. Aku tak menyangka kau dapat bertahan selama 3 tahun. Kau adalah seorang gadis yang hebat, sangat sangat hebat malah ! Aku tak bisa bayangkan, jika aku berada diposisimu. Tapi, aku mau menggantikan posisimu. Karena aku mencintaimu.

Tapi, mengapa kau pergi tinggalkanku ? Saat aku ingin mengutarakan perasaanku padamu ? Tahukah kau ? aku tak dapat menahan semuanya. Tak kusangka ternyata kau ..

***

“Hari ini ku akan menyatakan cinta. Nyatakan cinta .. Aku tak mau menunggu terlalu lama. Terlalu lama ..” aku bersenandung ria saat hendak menuju kamar tempatmu dirawat. Tapi, aku heran, kenapa kamarmu kosong ?

“Maaf sus, saya mau tanya.” Ujarku pada seorang suster yang lewat.

“Iya. Silahkan” kata suster itu.

“Pasien yang menempati kamar ini dipindahkan kemana ya ? kok kamarnya kosong.” Tanyaku.

“Maaf, mas. Pasien di kamar itu meninggal kemarin sore dan tadi pagi jenazahnya sudah diambil oleh keluarganya untuk dimakamkan.” Jawabnya.

“Makasih, sus.” Lirihku.

“Yang tabah ya, mas.” Ucapnya lalu meninggalkanku.

“Via .. Kamu telah pergi ?” lirihku. Tak kuasa aku membendung air mataku.

***

Kenapa kamu meninggalkanku, Vi ? Aku tak sanggup hidup tanpamu ! kau adalah motivatorku untuk bertahan hidup di dunia ini ! tahukah kamu ? semenjak kepergianmu itu, aku terus-menerus dipaksa orang tuaku untuk mencintai seorang gadis bernama Shilla yang tak pernah aku kenali ! Mana mungkin aku dapat mencintainya ! Kamu jahat, Vi ! Aku nggak nyangka kamu bakal pergi secepat ini !

***

“Alvin, pokoknya kamu harus mau terima perjodohan dengan nak Shilla ! Mama nggak mau tau !” paksa mama.

“Aku bilang nggak ya enggak, Ma ! Bagaimana bisa aku menikahi seorang gadis yang bahkan tidak kukenal ! Mama tau ? Mama itu ‘sok’ peduli sama aku ! Waktu kayak gini aja, mama selalu paksa aku ! Perhatiin aku ! Tapi, kemana mama sama papa selama 19 tahun. Tahu apa yang kusukai saja tidak ! mama itu Cuma sebatas mengetahui namaku ! Tak lebih ! Jangan pernah berharap aku akan menikahinya !” emosiku saat itu sudah tak bisa tertahankan.

“Lalu kamu ingin menikah dengan siapa ? dengan wanita penyakitan yang kini sudah tidak ada itu ?” cibir Shilla dengan gaya angkuhnya.

“Jaga kata-katamu itu ! Jangan pernah berkata seperti itu pada Via !! Ya, aku mencintainya. Lagi pula menurutku, dia JAUH lebih baik daripada kamu ! Terus mau apa kamu dengan kenyataan itu ?” kataku tak terima Via dikatai seperti itu.

“Ck .. jelas-jelas dilihat dari manapun aku ‘lebih’ daripada dia !” katanya. Ahh .. DAMN !! Terserah dia mau berkata apa ?!

“Aku nggak bakal rubah keputusanku itu !” kataku pada akhirnya. Aku berlari keluar rumah.

***

Kau tahu, Via ? sampai sekarang aku belum kembali ke rumah itu lagi. Aku tak akan bisa berhenti mencintaimu. O, iya ! hampir lupa. Apakah kau juga tahu ? Sebentar lagi aku akan menyusulmu.

Aku yang saat ini berada di gedung bertingkat, menjatuhkan diri. Via, tunggulah aku ‘disana’. Aku akan segera menemanimu. Kau tak akan kesepian disana. I LOVE YOU, VIA !

THE END

3 komentar:

  1. Aduh kak ceritanya bagus banget :3 sumpah!

    BalasHapus
  2. gue suka sama prolognya.. bukan seperti Harry Potter yang menggunakan sihir dan mantra untuk mendapatkan segalanya.. ciee harry potter yaa..

    duhh keren nih...





    numpang promo yaa.. kunjungi juga blog gue yaa..

    obat pelangsing herbal...
    obat kista tradisional

    BalasHapus