Song for Ify
Hari ini adalah
hari pertamaku masuk dengan menggunakan seragam abu-abu. Aku sudah SMA.
Senangnya. Hari ini juga hari pertama MOS dimulai. Ya, seperti inilah
aku sekarang. Rambut di kucir 2 dengan pita merah putih, kaos kaki
berbeda warna. Kanan merah, kiri putih. Juga tali sepatu yang sewarna
dengan kaos kakinya. Aku heran, apakah kakak-kakak OSIS disini begitu
cinta Indonesia, ya ? Kuharap sih, begitu. Karena dandanan MOS-ku ini
tak terlalu seperti ‘orang gila’. Tak lupa kupakai papan nama yang
terbuat dari kardus dengan diikat dengan tali rafia bertuliskan ‘IFY’.
Namaku sendiri itu. Tak seperti di SMA lain, yang menggunakan nama
binatang. Alangkah baiknya kakak-kakak kelasku itu.
Aku yang sedari tadi berdiri, mulai melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam SMA baruku itu.
BRUKK !!
Baru
beberapa langkah aku berjalan, ada yang menabrakku dari belakang. Aku
pun tersungkur. Kulihat siapa yang menabrakku. Seorang lelaki berkulit
putih dengan gaya rambut harajuku. Dia tampaknya juga murid baru, karena
penampilannya –hampir- sama denganku.
“Eh, maaf . maaf .
Gue nggak sengaja . Nggak liat jalan gue . Ayo gue bantu berdiri !”
tawarnya sembari mengulurkan tangannya ke arahku. Aku pun menyambut
uluran tangan itu.
“Nggak apa-apa kok . Makasih .” Aku membersihkan bagian belakang rokku yang –sedikit- kotor.
“O iya, kenalin gue Cakka . Loe pasti Ify, kan ?” tebaknya. Aku menaikkan satu alisku.
“Kok loe tau ?” tanyaku.
“Ck .. Nggak sadar kalau pakai papan nama, neng ?” cibinya. Ah .. Iya. Aku lupa.
“Heheheh .. Iya, namaku Ify . Salam kenal ya, Cakka . Semoga kita bisa jadi teman baik .” kataku. Cakka tersenyum
“Iya . Yaudah, ke halaman yuk !” Aku pun mengangguk dan mengikutinya ke halaman. Tempat berkumpulnya para siswa baru.
***
Kakak-kakak
OSIS telah selesai memperkenalkan dirinya. Ketosnya kalau tidak salah
namanya .. Mario Stevano Aditya Haling. Terus kata Cakka, waketosnya itu
Agni Tri Nubuwati.
“Heii ! Ngapain loe liatin Kak Rio mulu ? Naksir, ya ?” tebak Cakka.
Umm
.. Kuakui sih, Kak Rio itu manis banget. Tapi, aku nggak mau
terang-terangan kayak cewek lain yang teriak-teriak, “Kak Rio, I Love
You !” atau mungkin, “Huaa .. Kak Rio manis banget !” Terus ada juga
yang bikin aku cengo, “Kak Rio, I’m your secret admirer !” Oke, yang
barusan itu gila. Kalau ngomong, namanya bukan secret admirer lagi. Udah
nggak rahasia woyy ! #ganyante. Ah .. Sebodo banget sama fansnya. –Jadi
intinya?- Iya . Iya ! Aku ngaku, aku suka sama Kak Rio ! Iya, pada
pandangan pertama ! Udah, kan ? Aku jujur, kan ? Iya, kan ? Iya dong.
Hahah ..
“Fy ! Daritadi dipanggil nggak nyaut ! Malah ngelamun lagi . Ngelamunin Kak Rio, ya ?” goda Cakka.
“Eh, loe ngomong apa, Kka ?” tanyaku dengan muka polos (re: SANGAT POLOS). Cakka menepuk jidatnya.
“Ya ampun, Fy ! Loe apa banget, sih ! Loe-suka-sama-kak-rio-ya ?” tanya Cakka dengan penekanan di setiap katanya.
“Ng-nggak kok . Loe itu yang suka sama Kak Agni . Daritadi liatin Kak Agni terus .” tuduhku.
“Dia
mantan gue . Gue bego banget, kenapa dulu gue nyelingkuhin dia sama si
Shilla ? Gue masih sayang sama dia . Sayang banget ..” akunya. Aku
tertegun. Ternyata Cakka dulu adalah cowok playboy.
“Sabar . Sabar . Eh, itu Kak Rio udah mulai ekskul tour-nya .” kataku.
Aku
dan Cakkapun mengikuti Kak Rio dan kawan-kawannya. Ekskul pertama yang
diperlihatkan adalah ekskul basket. Kak Rio melawan Kak Agni, one by
one. Sepanjang pertandingan, penonton hanya melontarkan kata ‘wow’ dan
pujian-pujian lainnya.
“Kka, Kak Agni cewek apa cowok, sih ?” tanyaku watados. Cakka monoyor kepalaku.
“Loe kira gue hombreng ?” tanyanya.
“Ya . . Siapa tau gitu.” Kataku dengan tampang lebih watados lagi.
“Sialan loe !”
Aku
sedang malas berdebat. Cakka hanya mendengus karena merasa dikacangin.
Kami pun asyik menonton basket hingga akhirnya selesai. Kak Rio menang
dari Kak Agni dengan perbedaan tipis.
“Oke . Sekarang kita akan menuju ekskul selanjutnya. Yaitu, Ekskul Musik .” ujar Kak Rio.
DEG
! Musik ? Ah .. Kukira musik yang ‘laknat’ itu sudah dihapuskan dari
dunia ini. aku benci musik ! Tapi, aku harus tetap mengikuti tour ini.
Ya Tuhan .. Semoga tidak ada hal buruk yang akan terjadi padaku. Amin.
“Loe kenapa, Fy ? Gugup gitu ? Loe sakit, ya ?” tanya Cakka.
“Ng-nggak kok . Gue nggak pa-pa .” kataku seraya menarik kedua sudut bibirku membentuk seulas senyum.
“Oh . . yaudah .”
***
Disinilah
aku sekarang. Di depan pintu ruang ‘laknat’ yang sedari tadi terbuka.
Cakka sudah masuk duluan. Haruskah aku masuk ? Kuharap ada yang
mengatakan ‘tidak’. Ingin rasanya aku berlari menjauh dari ruangan ini.
Aku tak mau ! Aku tak mau mendengarkan musik ! MUSIK LAKNAT !
Apa
daya, aku harus memasukinya. Harus. Aku menghela napas, meyakinkan
diriku akan keputusan yang telah kuambil ini. aku melangkahkan kakiku ke
tempat Cakka berdiri. Sepertinya, Cakka sudah menungguku.
“Loe lama banget sih, Fy ? Habis dari mana ?” tanya Cakka.
“Ada urusan bentar.” Jawabku setenang mungkin.
Kulihat, Kak Rio sedang menyuruh anak-anak untuk diam. Tanpa sadar, seulas senyum tipis terbentuk dari kedua ujung bibirku.
“Kak Rio mau nyanyi sama Kak Agni.” Kata Cakka.
Senyumku
mendadak memudar. Bukan. Bukan karena dia sangat dekat dengan Kak Agni.
Tapi, karena dia akan menyanyi. Aku tak mau mendengarkan orang
menyanyi. Kuambil earphone yang ada di sakuku dan memasangnya di
telinga. Hapeku bersih dari lagu. Mungkin Cakka mengira aku sedang
mendengarkan musik dari hapeku, tapi, nyatanya tidak. Jika aku
mendengarkan musik, dimanapun, kapanpun, dan siapapun yang bernyanyi
terasa sama saja, memabawa memori buruk itu.
Aku pun sibuk
dengan pikiranku sendiri. Hingga riuh tangan penonton memenuhi ruang
‘laknat’ itu. Aku melepas earphone-ku dan mendengar Kak Rio dan Kak Agni
mengucapkan terima kasih.
“Adakah yang mau mencoba maju
?” tanya Kak Rio. Ia melihat sekelilingnya. Tak ada tanda-tanda ada anak
yang akan maju dengan sukarela.
“Kalau tidak ada yang mau maju dengan sukarela, kakak akan pilih siapa yang harus maju.” Katanya.
Kak
Rio mulai berjalan ke arahku dan Cakka. Jangan aku ! Please .. jangan
au ! Kumohon .. Jangan pilih aku, kak. Kumohon .. Kumohon ..
“Kamu maju !” suruh Kak Rio kepada .. ku ?
Dewi
Fortuna tak memihak kepadaku. Aku ingin menghilang dari dunia ini
sekarang. Keringat panas-dingin bercucuran begitu saja. Kak Rio
membawaku ke depan. Aku ingin pingsan. SUMPAH ! Kalau ingat kejadian
itu, kepalaku sakit. Sakit sekali !
“Kamu mau main alat musik apa ?” tanya Kak Rio.
“Sa
.. Saya .. ng-nggak bisa m-main mu-sik.” Jawabku gugup. Rasanya ingin
sekali aku menangis. Tiba-tiba saja, memori yang telah kukubur selama 2
tahun itu kembali memenuhi pikiranku. Tubuhku lemas seketika. Aku
mencoba mengerjapkan mataku. Tapi, semuanya menjadi gelap.
***
Aku
berjalan di taman yang penuh dengan mawar putih. Kuperhatikan diriku
yang sedang memakai gaun putih yang sangat indah. Apakah aku sedang di
surga ? Aku melihat ada seseorang berjas putih sedang memainkan Grand
Piano putih.
“Ayah .. Ayah .. Apa itu kau ?” panggilku.
“Ify .. Ini ayah .” kata Ayah. Aku berlari kearah Ayah dan langsung memeluknya.
“Ayah, Ify kangen. Hiks .. hiks ..” kataku tersedu.
“Ify,
jangan nangis, sayang . Ayah juga kangen sama Ify. Ayah janji bakal
selalu ada buat Ify. Ayah selalu lihat Ify dari sini.” Ujar Ayah.
“Ify sayang sama Ayah.”
“Ayah
juga sayang sama Ify. Sayang banget. Ify, jangan nangis lagi, dong !
Mana malaikat kecil Ayah ? Jangan sedih lagi ya, sayang ?” pinta Ayah.
Aku mengangguk pelan dalam dekapan Ayah.
“Sekarang, Ayah
mau pergi dulu. Kasian Bunda, Ayah tinggal sendirian. Dah, Ify sayang
..” Ayah melepas dekapannya dan pergi tak tau kemana.
“Ayah .. Ayah .. AYAH !!!”
Aku
terbangun. Dimana aku ? Kurasakan kepalaku pusing. Kulihat sekitarku.
Kenapa Kak Rio ada disampingku ? Kenapa Cakka dan Kak Agni juga ada
disini ? Sebenarnya dimana aku ?
“Gu-Gue ada dimana ?” tanyaku.
“Loe ada di UKS. Tadi loe pingsan waktu gue suruh main musik.”jawab Kak Rio.
“Musik ?” Mataku berkaca-kaca. Kak Rio mengangguk meng’iya’kan pertanyaanku. Aku terisak.
“Ayah .. hiks .. hiks ..” lirihku. Kedua tanganku menutupi wajahku. Ya, Aku menangis.
“Eh, eh .. Loe kenapa ?” tanya Kak Rio, panik. Cakka dan Kak Agni tampaknya juga sama.
“Kka, si Ify kenapa ?” tanya Agni pada Cakka.
“Gue juga gak nggak tau.” Jawab Cakka.
“Yaudah.
Sekarang loe gue anter pulang, ya ?” tawar Kak Rio. Aku menggangguk.
Heii ! Bukan karena aku ingin membolos MOS. Lagipula, kalaau aku tetap
memaksakan diri untuk mengikuti MOS ini, Aku hanya akan merepotkan
Cakka. Lebih baik aku pulang bukan ?
Dengan dibantu Kak
Rio, aku berjalan menuju ke parkiran. Aku tidak peduli akan banyak
pasang mata yang iri melihatku dan Kak Rio. Aku .. Cuma kangen sama ..
Ayah. Aku dan Kak Rio memasuki mobil jazz biru. Kak Rio mulai
menjalankannya.
“Rumah loe dimana ?” tanya Kak Rio.
“Di
komplek Cempaka Putih blok 5.” Jawabku singkat. Kak Rio pun melajukan
mobilnya ke arah komplekku. Tak ada pembicaraan antara aku dan Kak Rio.
Hingga akhirnya dia membuka mulut.
“Loe tadi kenapa nangis ?” tanyanya.
“Bukan
urusan kakak .” jawabku ketus. Aku tak mau Kak Rio tau tentang hal itu.
Masih belum waktunya. Ah .. Aku ingin menangis lagi bila mengingat
kejadian itu.
“Huft .. Yaudah kalau emang gue nggak booleh tau.” Serahnya. Ini kenapa tiba-tiba kepalaku sakit ?
“Argh ..” rintihku sambil memegangi kepalaku. Untung sudah sampai di depan rumah.
“Eh, eh .. loe kenapa ?” panik Kak Rio. Aku bergeming.
“Ayo
gue bantu loe masuk !” Kak Rio memapahku sampai ke depan pitu rumahku.
Dia mengetuk pintu. Tak berapa lama Kak Iel –kakakku- membuka pintu.
Mungkin, ia kaget melihatku dipapah.
“Ify ! Loe kenapa ?” panik Kak Iel.
“Ify
tadi pingsan, kak. Nanti saya jelasin. Ify sebaiknya dibawa ke kamar
dulu.” Saran Kak Rio. Dia memang mengenal kakakku. Karena Kak Iel adalah
alumni di SMA yang sama denganku, juga ketua OSIS di angkatannya. Kak
Rio tentu saja menaruh hormat pada Kak Iel.
“Oke oke .. Gue bantu !”
Kak
Rio dan Kak Iel pun memapahku ke ruangan bernuansa biru itu. Ya, itu
kamarku. Biru adalah warna favoritku. Sebenarnya, dulu kamar ini
bernuansa orange. Tapi, warna itu entah mengapa mengingatkanku dengan si
‘laknat’ itu. Aku pun berbaring di kasur.
“Gue ambilin
minum dulu ya, Fy !” kata Kak Iel. Aku mengangguk lemah. Dia pun keluar,
meninggalkanku dan Kak Rio berdua di kamar.
“Loe sebenernya kenapa sih ? Sakit ? Kenapa loe ikut MOS tadi ?” tanya Kak Rio. Aku menggeleng pelan.
“Cuma pusing, kok. Nggak apa-apa.” Jawabku.
Kak
iel tiba-tiba membuka pintu kamar dengan membawa semangkok bubur dan
segelas teh hangat. Baru aku sadari, ternyata aku lapar. Hahah.
“Nih, Fy ! Makan dulu !” suruh Kak Iel.
“Gue lemes, kak.” Kataku. Dia melongos.
“Yaudah, kak. Biar gue yang nyuapin Ify.” Tawar Kak Rio. Eh, yang bener tuh ? Disuapin Kak Rio ? mau mau mau. Hahah.
“Ini buburnya. O, iya nama loe siaoa ?” tanya Kak Iel sembari memberikan semangkok bubur pada Kak Rio.
“Mario, kak. Tapi, biasa dipanggil Rio.” Kak Iel mengangguk mengerti.
“Jadi .. Kenapa adik gue bisa kayak gini ?”
“Anu .. Tadi, Ify saya suruh main musik, kak.”
Mampus
! Aku lupa bilang sama Kak Rio suruh cari alasan lain ! Kulihat Kak Iel
sudah emosi, tapi aku memandangnya dengan tatapan
jangan-salahin-dia-kak! Kak Iel pun seakan berkata
kenapa-loe-nggak-bilang?!
“Kenapa loe suruh dia main musik ?” tanya Kak Iel dengan nada tinggi.
“Saya .. Saya ..”
“Kenapa
loe suruh dia main musik ? Apa loe nggak tau, musik itu hal paling
LAKNAT di dunia ini bagi Ify ! Loe pengen bunuh dia ! Hahh ? Jawab !”
“Saya nggak tau, kak !”
“Cihh .. Siapa yang pilih loe jadi ketua OSIS ? NGGAK MUTU tau nggak ?”
“Okey
! Kalau ini salah saya, gara-gara saya Ify kayak gini, saya bakal
jagain dia ! Sampai saya tau alasan dia nangis kayak gitu !”
“Nggak perlu ! Omongan loe nggak bisa dipercaya ! Apa jaminannya kalau adik gue nangis lagi ?”
“Gue bakalan serahin jabatan ketos gue, kalo loe liat Ify nangis lagi !” kata ‘saya’ dan ‘kakak’ hilang begitu saja.
Serahin
jabatan ketos ? Kalau aku nangis lagi ? Cuma .. buat aku ? Kak Rio
sampai nglakuin ini ? Kulihat Kak Iel tersenyum kecut.
“Gue pegang janji loe ! Loe boleh pulang sekarang ! Biar gue yang jagain Ify.” Kak Rio pun mengangguk dan pamit pulang.
“Kenapa loe nggak bilang sama dia ?” tanyanya padaku saat Kak Rio sudah pulang.
“Aku .. Aku .. Pokoknya jangan salahin dia, kak ! Jangan bilang ke dia tentang semua ini. Kumohon .. Kumohon ..” pintaku.
“Dia harus tau, Fy ! Loe nggak bisa sembunyiin ini selamanya dari dia !”
“Nggak selamanya, kak ! Dia akan tahu. 24 oktober. Dia akan tahu pada hari itu.”
“Tapi .. tapi .. hari itu, kan .. Nggak bisa, Fy ! Saat itu .. saat itu .. Loe bakalan .. Argh !”
“Udahlah,
kak. Ify capek. Besok harus MOS lagi. Ify mau tidur, kak.” Kak Iel
mengangguk dan keluar dari kamarku. Aku pun terlelap.
***
Hari-hari
berikutnya, berjalan seperti biasanya. Aku berangkat sekolah seperti
biasanya dengan diantar oleh Kak Iel. Kejadian kemarin, aku anggap tak
pernah terjadi. Kenapa harus dipikir ? toh, udah lewat juga.
Kak Rio bersikap
overprotektif
padaku. Anak-anak mengira kami pacaran, padahal nyatanya tidak.
Kalaupun memang benar, senangnya aku. Ya, aku masih mencintainya. Bahkan
perasaan ini semakin dalam kurasakan. Mungkin, dia hanya menganggapku
sebagai adik. Tapi, sudahlah .. Itu sudah lebih dari cukup.
Kak
Rio selalu menanyakan kenapa aku menangis. Tapi, aku tak pernah
menjawabnya. Dia juga tak memaksa. Aku, Kak Rio, Cakka, dan Kak Agni
sering jalan bareng. Eh, Kak Iel juga kadang-kadang ikut. Hubungan Cakka
dan Kak Agni, semakin lama semakin dekat. Bahkan gosipnya mereka sudah
balikkan. Selamat ya, Kka ! Semoga langgeng sama Kak Agni. Hahah.
Sebulan
lagi, tanggal 24 Oktober. Ya, semua rahasia yang kusembunyikan akan
terkuak di hari itu. Sebelum tanggal itu, nikmatin saja dulu hidup ini !
Hahah ..
Oh ya, tahukah kalian, kalau pada hari itu juga
Kak Rio dan Sekolahku berulang tahun ? Kuharap, aku bisa memberikan
sesuatu yang istimewa. Dan aku akan melakukannya. Pasti.
Ketidaksukaanku
pada musik mulai berkurang. Karena, Kak Rio sering menyanyi. Suaranya
terdengar begitu indah.aku ingin menyanyi lagi. Seperti dulu ! Aku
ingin. Akan kubuktikan kalau aku bisa.
***
24 Oktober 2011.
Hari yang kutuggu dan kuhindari. Malam ini, akan kupersembahkan sesuatu yang istimewa untuk semuanya dan untuk terakhir kalinya.
Kulihat
diriku. Gaun berwarna merah maron telah melekat dibadanku. Rambut
bagian bawahku di blow dengan pita di atas kepalaku. High heels sewarna
dengan gaunku dan make over sedikit. Cantik.
“Fy, loe cantik banget. jadi pacar gue, yuk !” canda Cakka yang disambut jitakan dari Kak Agni.
“Bercanda, sayang. Cintakukan hanya untuk kamu seorang.” Gombal Cakka.
“Sorry, nggak mempan.”
“Hahahah ..”
“Eh,
Bentar, ya. Aku mau ke belakang bentar !” pamitku. Mereka mengangguk.
Aku pun pergi ke belakang. Bukan ke kamar mandi, melainkan ke belakang
panggung.
Acara berjalan lancar. Semua yang tampil
menyuguhkan sesuatu yang menarik. Kalau kata Syahrini, ‘Alhamdulillah ya
.. sesuatu banget ..’
“Baiklah. Untuk menutuk acara yang
spektakuler ini, seorang siswi kelas X akan menampilkan sesuatu yang
istimewa.” Kata Zahra si MC.
Tirai panggung ditutup. Semua
lampu dimatikan. Aku berjalan ke atas panggung. Ragu-ragu, kududuki
kursi di depan Grand piano putih di atas panggung. Gelap. Itulah yang
kurasakan saat ini.
Ayo, Fy ! Kamu bisa ! Jangan kalah
sama trauma itu ! Kamu udah niat, Fy ! Kamu pasti bisa ! Aku mencoba
menyemangati diriku sendiri. Aku sudah yakin. Aku pasti bisa. Di
lembaran terakhir ini, akan kuhapus ketidaksukaanku pada musik.
Tirai telah terbuka saat jari-jariku menari di atas tuts piano. Aku membuka mulut dan lampu disorotkan kearahku.
Na na, na na na, na na
“IFY
!” pekik Kak Rio, Kak Iel, Cakka, dan Kak Agni. Aku tersenyum ke arah
mereka. Kak Iel memandangku dengan tatapa kenapa-loe-lakuin-ini? dan
kubalan tatapan itu. Karena-aku-ingin.
I miss you, miss you so bad
I don't forget you, oh it's so sad
I hope you can hear me
I remember it clearly
The day you slipped away
Was the day I found it won't be the same
Oh
Na na na na na na na
I didn't get around to kiss you
Goodbye on the hand
I wish that I could see you again
I know that I can't
Oh
I hope you can hear me cause I remember it clearly
The day you slipped away
Was the day I found it won't be the same
Oh
I had my wake up
Won't you wake up
I keep asking why
And I can't take it
It wasn't fake
It happened, you passed by
Now you are gone, now you are gone
There you go, there you go
Somewhere I can't bring you back
Now you are gone, now you are gone
There you go, there you go,
Somewhere you're not coming back
The day you slipped away
Was the day I found it won't be the same no..
The day you slipped away
Was the day that I found it won't be the same oh...
Na na, na na na, na na
I miss you
(Avril Lavigne-Slipped Away)
Semua penonton bertepuk tangan. Senang rasanya bisa menyanyi lagi. Aku bisa ! Aku berhasil ! Aku terus bersorak dalam hati.
“Terima
kasih semuanya. Lagu ini saya persembahkan untuk kakak saya tersayang.
Makasih kak Iel, udah mau liat Ify nyanyi kayak dulu.” Ujarku.
“Dasar ..” gumamnya.
“Juga untuk Kak Agni dan Cakka yang udah mau jadi sahabat Ify selama ini. Thank you so much, guys.”
“Ur well, Fy.”
“Dan
yang terakhir, buat seseorang yang udah bikin saya suka sama musik
lagi. Orang yang saya sayangi bahkan saya cintai. Dia .. Kak Rio. Udah
liat aku nyanyi kan, kak ? I love you.” Tuturku jujur.
“I Love you too, Fy.” Gumamnya. Aku mendengarnya walaupun samar-samar. Terbalaslah sudah perasaanku.
Aku
turun dari panggung. Kak Iel langsung memelukku. Matanya mengeluarkan
bulir-bulir kristal bening. Ya, aku tahu dia menangis. Menangis
karenaku.
“Kenapa, Fy ? Kenapa loe lakuin ini semua ?
Padahal hari ini .. hari terakhir buat loe ! Kenapa ? Kenapa, Fy ? Gue
nggak mau kehilangan loe ! Gue .. gue sayang sama loe, Fy !” isaknya.
Semua tersentak.
“Aku juga sayang sama kakak. Maafin kalau
Ify banyak salah sama kakak. Maaf kalau Ify sering buat kakak sebel.
Ify minta maaf, kak.”
Tubuhku lemas dan semuanya menjadi gelap.
***
[ AUTHOR P.O.V ]
Ify
dibawa ke rumah sakit dan langsung dilarikan ke ICU. Semua khawatir.
Apalagi mereka –Rio, Cakka, dan Agni- tak tahu sebab Ify seperti ini.
Iel pun menceritakan semuanya.
“Ify trauma main musik.
Ayah meninggal saat akan pergi ke konser akbar bersama bunda karena
kecelakaan. Ify berpikir, kalau tidak ada musik, mungkin ayah dan bunda
masih ada sekarang. Dia benci musik karena itu.” Ujar Iel. Tak ada yang
menyela karena tau perkataan Iel belum selesai.
“2 tahun
yang lalu, Ify divonis mengidap kanker otak stadium akhir. Dokter
bilang, dia tak akan bertahan lama. Dan ia memperkirakan kalau pada hari
ini Ify akan pergi. Karena itu .. karena itu gue berusaha jagain dia.
Dia satu-satunya yang gue punya .. dia adik gue yang paling gue sayang
..” kata Iel.
Kedua tangannya mengepal kuat. Rio, Cakka,
dan Agni tahu, dia berusaha menahan tangisnya. Tangis perih karena itu.
Mereka tak menyangka kalau Ify mengalami penyakit separah itu. Ify yang
ceria, Ify yang bersemangat, ternyata .. mengidap penyakit seperti itu.
Dokter
keluar. Iel buru-buru menghampirinya dan bertanya bagaimana keadaan
Ify. Dokter itu berwajah pucat. Apa .. apa tak ada harapan lagi untuk
Ify ?
“Masih ada harapan untuk Ify. Tapi, dia harus di
rawat di Singapore yang peralatan medisnya lebih lengkap.” Ujar dokter.
Mereka sedikit lega.
“Boleh kami masuk, dok ?” tanya Rio.
“Silahkan. Tapi, dia butuh istirahat.”
Mereka
pun masuk ke dalam ruangan yang serba putih itu. Tempat Ify dirawat.
Terlihat raut lemah dan tak berdaya di atas kasur. Ya, itu Ify.
“Fy,
kenapa ? kenapa loe nggak bilang sama gue ? Gue .. gue cinta sama loe,
Fy .. Please .. Jangan tinggalin gue ..” ujar Rio. Ify tersenyum.
“Jangan nangis, kak. Aku nggak mau liat kakak dan yang lain nangis. Ify nggak apa-apa, kok.”
“Fy, kamu bakal dirawat di Singapore. Mau, ya ?” tanya Kak Iel.
“Please, Fy .. mau ya ? Demi loe, Fy !” pinta Cakka dan Agni.
“Demi gue, Fy ! Demi gue ! Gue mohon, loe mau. Demi gue.” Pinta Rio.
“Gue mau, kak. Demi loe. Gue sayang sama loe.”
END~