Aku nggak tau
cinta itu apa.
*
Ini hanyalah kisah
cinta klasik. Kisah saat seorang sahabat mulai mencintai sahabatnya sendiri.
Saat semuanya tidak akan berubah. Ya, persahabatan yang sejati dan tidak akan
pernah melangkah lebih maju.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu merasa nyaman berada di dekatnya?
*
Cakka dan Agni
tengah bermain basket di lapangan kompleks perumahan mereka. Dengan bersimbah
keringat, mereka memainkan bola berwarna oranye itu. Membiarkan teriknya
matahari menyengat kulit mereka. Sepasang gitar melihat mereka dari kejauhan.
Bahkan gitar mereka sudah bersahabat.
“Kka, udahan yuk!
Capek nih! Panas lagi!” seru Agni pada Cakka yang masih asyik men-dribble
bola.
“Huu, payah kamu,
Ag! Masak baru segini aja capek!” ledek Cakka.
“Yee, aku kan
bukan cowok!” kata Agni sembari berjalan ke rerumputan dimana gitar mereka
berada.
“Ag, tungguin
dong! Masak gitu aja marah sih!” ujar Cakka, menyusul Agni yang sekarang sudah
berbaring di rerumputan yang menghadap ke langit. Cakka ikut merebahkan diri di
samping Agni.
“Ag...” Panggil
Cakka. Agni berdehem. Masih memfokuskan diri pada birunya langit dan putihnya
awan.
“Ag, kalau
misalnya salah satu dari kita ada yang pacaran, kita bakalan tetep sahabatan,
kan?” tanya Cakka. Agni menoleh ke arah Cakka, menaikkan alis, kemudian
menyunggingkan senyum dan menganggukkan kepalanya.
“Iya! Kita bakalan
tetep jadi sahabat. Apapun yang terjadi. Sekarang dan selamanya,” Agni berujar
mantap.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu merasakan getaran-getaran halus saat melihat wajahnya,
senyumnya, dan tingkahnya? Semua tentangnya?
*
Cakka berhenti di
depan rumah Agni dan membunyikan bel sepedanya. Rumah Cakka dan Agni memang
hanya berjarak beberapa meter, jadi mereka selalu berangkat sekolah bersama
sejak kecil. Ya, mereka sudah sangat lama bersahabat.
“Agni! Cepetan!
Lama banget, sih!” teriak Cakka. Mama Agni hanya bisa memaklumi kelakuan
sahabat dari anaknya tersebut. Beberapa menit kemudian, Agni keluar sambil
menggigit roti tawarnya dan menaruh tas di punggungnya.
“Maaf, maaf! Tadi
aku bangun kesiangan!” kata Agni sambil nyengir sambil bergegas naik ke
boncengan sepeda Cakka. Cakka mulai mengayuh sepedanya.
“Makanya, kalau
malam itu jangan suka begadang! Kalau ada tugas kerjain habis pulang sekolah,
biar malemnya bisa istirahat. Jangan Cuma main Pe-eS sama Ray. Kalau mau nonton
film itu waktu akhir pekan aja!” nasehat Cakka.
“Bla bla bla,
cerewet banget sih kamu, Kka! Udah kayak mama aja deh!” ledek Agni.
“Yeee, biarin. Ini
kan demi kebaikan kamu juga. Kalau kamu nggak di nasehatin, kamu nggak bakalan
berubah dan....”
“Kamu bakalan stuck
di situ aja,” Lanjut Agni. “Kata-kata kamu itu nggak ada yang lain ya, Kka?”
“Perhatian banget
sih kamu sama aku. Hahaha,” Agni mencibir.
Diam-diam, Agni
suka saat Cakka mengomelinya. Saat Cakka tertawa untuknya. Saat Cakka tersenyum
untuknya. Saat hatinya berdesir lembut melihat semua tingkah Cakka.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu tidak dapat menahan semua perasaan yang datang itu?
*
“Kka! Aku mau
ngomong sama kamu. Penting!” kata Agni kepada Cakka lewat telepon.
“Ada apa sih,
Ag? Kayaknya penting banget,”
“Aku tunggu di
lapangan kompleks sekarang,” Agni memutuskan sambungan teleponnya.
Tidak peduli Cakka
sedang apa. Cakka harus datang sekarang juga. Agni ingin mengutarakan semuanya.
Perasaan yang mengusik hatinya, mengganggu tidurnya, dan membuatnya senang
berkhayal.
Ia tidak peduli
bagaimana perasaan Cakka padanya. Ia hanya ingin mengutarakannya. Ia tahu ini
semua akan berdampak pada hubungan persahabatan mereka, tapi ia bertekad tidak
akan berubah jikalau Cakka memang tidak menyukainya. Walaupun mungkin Cakka
akan menjauhinya. Ia akan tetap menyayangi Cakka.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu tahu dia tidak mencintaimu, tapi kamu diam-diam masih
mengharapkannya?
*
Cakka datang 10
menit kemudian dengan sepeda kesayangannya. Agni tersenyum padanya. Cakka
menghampirinya dengan semangat.
“Agni! Agni! Guess
what?” seru Cakka
“What?”
“Tadi aku nembak
Shilla. Dan kamu tahu? Dia nerima aku, Ag! Shilla sekarang jadi pacar aku!”
seru Cakka.
Jleb. Agni
terdiam. Oh, Shilla. Gadis itu memang sudah lama menarik perhatian
Cakka. Agni tahu itu. Cakka sering bercerita tentang Shilla kepadanya. Dan
setiap ada sesuatu yang menyangkut Shilla dia pasti bersemangat. Kenapa aku
tidak menyadari kalau Cakka punya perasaan lebih untuk Shilla?
“Ag? Hello, Agni!”
Cakka melambaikan tangan di depang wajah Agni. Membuyarkan khayalan gadis kecil
itu.
“Eh, iya! Selamat,
ya! Aku ikut seneng. Makan-makan dong!” Agni memaksakan senyumnya.
“Oh iya, kamu tadi
mau ngomong apa? Katanya penting?”
Apakah aku
masih pantas untuk mengutarakan perasaan ini. Ataukah aku harus memendamnya dan
membiarkan Cakka bahagia?Ya, mungkin aku harus membiarkan Cakka bahagia.
Persetan dengan perasaanku ini, pikir Agni.
“Oh itu, emm...
Aku besok ulangan matematika. Ajarin dong!”
“Yaelah, Ag.
Dikirain apa gitu. Tau gitu aku tadi mesra-mesraan dulu sama Shilla,” Kata
Cakka.
“Hehe, maaf, maaf!
Aku nggak tau kalau kamu lagi berduaan sama Shilla,” Agni mengacungkan jari
telunjuk dan jari tengahnya. Ia harus tetap menjadi Agni seperti biasanya.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu merasa bahagia saat melihat dia bahagia?
*
Semenjak Cakka
berpacaran dengan Shilla, Cakka tampak lebih bahagia dan bersemangat. Dimana
ada Shilla, disana ada Cakka, begitu pun sebaliknya. Cakka dan Shilla bahkan
sudah mendapat julukan Best Couple di sekolahnya. Kemana-mana berdua.
Mesraaaaa banget!
Agni memang
cemburu, tapi kalau karena itu Cakka bisa lebih bahagia, Agni juga akan
berusaha untuk bahagia karena kebahagiaan Cakka. Walaupun karena itu juga, Agni
jadi jarang bermain dengan Cakka.
“Ag, kok kamu jadi
jarang main sama Cakka sih semenjak Cakka pacaran sama Shilla?” tanya Ify
–teman sebangku Agni- pada suatu hari.
“Emangnya aku
kalau kemana-mana harus sama Cakka terus gitu? Sahabatku kan nggak cuma Cakka
kamu kan juga sahabatku, Fy! Hahaha,” ujar Agni.
“Enggak, sih. Tapi
emangnya kamu nggak cemburu gitu?”
“Lho? Kenapa harus
cemburu? Aku kan sahabatnya, jadi aku harus ndukung Cakka dong! Asalkan Cakka
bahagia, aku juga ikut seneng kok,” kata Agni.
“Iyadeh. Terserah
kamu. Nanti pulang sekolah ke Mall yuk!” ajak Ify.
“Boleh. Kamu yang
traktir, ya!” pinta Agni. Ify menjitak kepala Agni.
“Yee, enak aja!”
Agni meringis. Ya, sejauh ini ia masih bisa menjadi Agni yang biasanya.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu tidak rela memberi tahukan suatu hal yang akan membuatnya
sakit?
*
Agni dan Ify pergi
ke mall langganan mereka. Melirik setiap ada benda yang menarik perhatian
mereka dan menyerbu setiap toko yang sedang sale. Udah tak terhitung
berapa kali kalimat ‘Ini cocok nggak buat aku?’ diucapkan. Sampai mereka
lelah belanja dan memutuskan untuk istirahat di sebuah kafe.
“Ag, kamu mau
pesen apa?” tanya Ify.
“Samain kayak kamu
aja deh, Fy.” Ify mengangguk, memanggil waither, dan memberi tahu apa
yang ingin ia pesan.
Setelah memesan,
Ify menangkap sosok yang tidak asing masuk ke dalam kafe. Wajahnya familiar.
Cantik, putih, tinggi, dan dia datang bersama cowok yang tidak dikenalnya. Dan—Oh
astaga! Cewek yang familiar itu Shilla! Dan—Oh astaga lagi! Cowok yang sedang
bersama Shilla itu tengah merangkul pinggang Shilla dengan posesif.
“Agni, ada Shilla
tuh. Tapi kok nggak sama Cakka ya?” tanya Ify.
“Masak sih?” Agni
melirik ke arah yang ditunjukkan Ify. Dia terbelalak dan berujar ragu-ragu,
“Saudaranya kali, Fy.”
“Masak saudara
meluknya sampai posesif gitu, Ag. Pasti dia selingkuhannya Shilla. Tega banget
sih! Cakka kurang baik apa coba?” geram Ify. “Kita harus kasih tau Cakka, Ag!”
“Nggak usah deh,
Fy. Kasian Cakka nanti kalau dia tahu Shilla selingkuh. Cakka kan sayang banget
sama Shilla.” Ujar Agni polos.
“Tapi dia bakal
lebih sakit kalau nggak dikasih tau sekarang, Ag!”
“Pokoknya aku
nggak bakal ngasih tau Cakka. Dan aku harap kamu juga.”
“Terserah kamu
deh, Ag. Kamu itu... terlalu baik. Tapi, aku bakal ikutan kamu.”
“Thanks, Fy.”
Setelah pesanan
mereka datang, Agni dan Ify buru-buru menghabiskannya dan pergi dari Mall
menuju rumah Agni.
“Fy, kamu masuk
kamarku dulu aja. Aku mau nganterin kue buat tetangga sebelah dulu, disuruh
mama.” Kata Agni. Ify mengacungkan jempolnya pertanda iya.
Sementara Agni
pergi, Ify melihat-lihat sekeliling kamar Agni. Kamarnya didominasi warna biru tosca.
Barang-barang Agni tertata rapi. Ify jadi membayangkan kamarnya yang
berantakan. Hihihi. Ia duduk di depan meja belajar Agni. Ada sebuah buku yang menarik
perhatiannya. Buku itu... buku harian Agni?
Pelan-pelan Ify
membuka halaman depan. Ada foto Agni dengan Cakka. Terselip tulisan tangan Agni
di bawah foto itu, Best Friend Forever. Ify membuka halaman selanjutnya.
Kemudian selanjutnya, dan selanjutnya lagi, sampai selesai. Dan ia akhirnya
tahu.
Jadi karena ini
Agni tidak ingin Cakka sedih. Jadi karena ini Agni membiarkan Cakka bersama
Shilla. Jadi karena ini Agni selalu tersenyum setiap melihat Cakka bahagia
bersama Shilla. Jadi ini semua karena Agni mencintai Cakka. Tapi kenapa? Kenapa
Agni begitu munafik sehingga ia merasa akan bahagia jika Cakka bahagia? Ah, Ify
tak mengerti semua ini.
*
Apakah cinta itu
ketika kamu merasa hancur berkeping-keping ketika melihat dia sedih?
*
Agni bermain ke
rumah Cakka sore ini. Tapi, kata mamanya, Cakka belum keluar kamar semenjak
pulang sekolah. Jadi Agni disuruh untuk langsung menemui Cakka di kamarnya.
Agni mengetuk pintu. Tak ada jawaban dari Cakka.
“Cakka, ini Agni.
Bukain dong pintunya.” pinta Agni. Tapi tak ada respon. Akhirnya Agni
memutuskan untuk langsung masuk, toh pintunya tidak dikunci.
Cakka ada disana.
Duduk di ranjang sambil menghadap ke jendela dengan tatapan menerawang. Matanya
sendu. Tak ada senyuman diwajahnya. Cakka terlihat pucat sekali. Agni mendekati
Cakka pelan-pelan.
“Cakka, kamu
kenapa? Kamu sakit?” tanya Agni. Tanpa disangka Cakka berbalik ke arah Agni dan
memeluknya erat. Agni bisa merasakan Cakka sesenggukan. Apakah Cakka menangis?
“Cakka! Kamu kenapa?
Kamu kenapa nangis?”
“Dia khianatin
aku, Ag. Dia jalan sama cowok lain di belakang aku. Aku minta penjelasan ke
dia. Tapi dia bilang kalau aku bukan siapa-siapanya. Aku sakit, Ag. Apa salah
aku sama dia, Ag. Kenapa dia tega banget sama aku? Padahal... padahal aku kan
cinta sama dia, Ag. Kenapa dia nggak ngrasain sama kayak aku? Kenapa, Ag?”
Cakka menumpahkan semuanya dalam satu helaan nafas.
‘Jadi... jadi
Cakka udah tahu? Ya Tuhan, kenapa kemari aku nggak mencegah Cakka buat liat
Shilla. Cakka sekarang jadi kayak gini. Aku salah. Semuanya salah aku. Maafin aku,
Kka.’ Batin Agni.
“Cakka, jangan
nangis gini dong. Mana Cakka yang kuat? Mana Cakka yang tegar? Masak Cuma gara-gara
ini doang kamu nangis, Kka. Cengeng ah!” kata Agni.
“Kamu nggak
ngerti, Ag! Aku cinta sama Shilla! Kamu emang nggak pernah ngerti aku! Emang Cuma
Shilla yang bisa ngertiin aku!” Bentak Cakka.
Agni tersentak. Kata-kata
Cakka menghujam hatinya. Ada sesuatu yang menghimpit dadanya. Dia ingin
menangis.
“Maaf. Maafin aku
yang nggak pernah bisa ngertiin kamu, Kka. Maaf.”
“Kamu keluar aja
dari kamar aku! Aku mau sendiri!”
“Tapi, Kka—“
“KELUAR!”
Lagi-lagi Agni
tersentak. Ia segera keluar dari kamar Cakka dan berlari menuju rumahnya. Masuk
ke kamar dan menguncinya. Ia terisak dan akhirnya air matanya keluar juga. Sebelumnya
Cakka tak pernah membentak Agni seperti ini. Apakah ia benar-benar tidak bisa
mengerti Cakka?
*
Apakah cinta itu
ketika kamu rela berkorban segalanya untuk dia?
*
Hari ini Agni memaksakan
diri untuk masuk sekolah dengan mata yang sembab dan bengkak karena semalaman
menangis. Menangisi kebodohannya yang tidak pernah memahami Cakka. Ia akan
minta maaf kepada Cakka hari ini.
Agni melihat Cakka
keluar dari rumahnya dengan merunduk. Oh, Cakka terlihat seperti orang depresi.
Agni miris melihatnya. Andaikan ia bisa memindahkan semua kepedihan Cakka
kepadanya. Ia rela.
Tanpa melihat
kanan kiri, Cakka menyeberang jalan di depan rumahnya. Agni melotot melihat ada
sebuah mobil dengan kecepatan di atas rata-rata menuju ke arah Cakka. Ia berlari
sekuat tenaga. Mengerahkan semua kekuatannya.
“CAKKAAA!! AWAAASS—“
BRUKK!!
Tubuh Cakka
terhempas dengan keras ke tepi jalan. Cakka sadar. Dan ia menyadari ada yang
kurang dari dirinya. Harusnya dia mati, tapi kenapa... Oh tidak! Cakka melihat
di tengah jalan ada seorang gadis yang berlumuran darah.
Tidak. Tidak. Tidak
mungkin. Tidak mungkin gadis itu adalah orang yang selalu menemaninya sejak
kecil. Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin gadis itu adalah orang yang selalu
menghiburnya di saat bersedih. Tidak mungkin. Tidak mungkin gadis itu adalah
Agni!
“AGNIIII!” Cakka
menghambur menuju Agni. Agni masih sadar dan berusaha meraih Cakka.
“Cakka...” lirih
Agni. Cakka menangis sejadi-jadinya.
“Agni, jangan
bicara dulu. Aku bakalan panggil ambulans.” Pinta Cakka. Agni menggeleng samar.
“Enggak usah. Aku nggak
pa-pa kok. Kamu kenapa nangis? Aku nggak suka liat kamu nangis.” Agni berkata
begitu pelan. Cakka mengusap air matanya dengan kasar. Dia menggeleng
kuat-kuat.
“Aku nggak nangis.”
Sanggah Cakka. Agni tertawa kecil.
“Kamu jangan sedih
lagi, ya. Agni sayang sama Cakka.” Agni kemudian menutup matanya perlahan dan
tak pernah bangun lagi. Cakka terdiam. Ia menunduk dalam. Air matanya mengalir
dengan derasnya. Ia genggam tangan Agni yang sudah dingin kuat-kuat.
“Cakka... juga
sayang Agni. Kenapa Agni tinggalin Cakka?” lirih Cakka.
*
Ya, itu benar. Semua
definisi cinta menurut Agni semuanya benar. Dan tahukah Agni kalau ia
meninggalkan Cakka dengan berjuta penyesalan?
*
Pemakaman Agni
berlangsung khidmat, walaupun beberapa kali Mama Agni dan Ify pingsan. Semua teman-temannya
menangis. Bagaimana mungkin mereka tifak sedih bila harua kehilangan teman
sebaik Agni?
Mungkin Cakkalah
yang paling sedih akan kematian Agni. Kemarin sambil menangis-nangis, Ify memberitahu
sesuatu yang ia tak pernah duga. Bahwa ternyata Agni... mencintainya. Ia menunduk
dalam di depan pusara Agni.
Apa yang telah dia
lakukan. Saat pertemuan terakhirnya dengan Agni, ia malah membentak Agni. Dan dia
juga berkata bahwa Agni tak pernah mengertinya. Apa yang dia pikirkan saat itu?
Cuma Agni saja yang
mengertinya. Cuma Agni saja yang mampu menghiburnya. Cuma Agni saja yang selalu
ada untuknya. Cuma Agni saja yang mencintai Cakka apa adanya.
Dan apa yang telah
ia lakukan pada Agni? Dia menyakitinya! Bagaimana bisa ia berkata seperti itu
hanya karena Shilla! Bagaimana bisa?
Penyesalan memang
selalu datang terakhir. Dan kali ini, ia tidak bisa meminta maaf. Ia hanya bisa
berdoa agar Agni tenang disana.
*